Tak terasa sudah hampir 7 tahun aku meninggalkan bhumi AREMA
untuk mengadu nasib di Jakarta, dikota yang penuh keragaman baik suku
sampai dengan ke-fanatik-an terhadap tim sepak bola daerah
masing-masing. Tak kalah juga diriku yang tak terlewatkan sedikitpun
berita tentang AREMA walaupun sekarang berada di kota orang. Satu pesan
yang tidak dapat hilang dari ingatanku saat aku masih duduk dibangku SMP
ketika hendak menyaksikan tim kebanggaanku AREMA bertanding di stadion
GAJAYANA , seorang pria paruh baya memakai kaos hijau dengan simbol HIU
dan BUAYA didadanya berkata “ nak… kamu boleh mendukung tim kamu
segila-gilanya, tapi jangan ngisruh (anarkis), apapun hasilnya terima
dengan legowo, jangan ngisruh…”.
Ya…dia adalah ayahku, seorang kelahiran Surabaya yang sangat fanatik
dengan tim kesayangannya PERSEBAYA. Aku masih ingat saat aku masih umur 4
tahun aku diajak ke Jakarta oleh ayahku untuk menyaksikan laga
PERSEBAYA versus PERSIJA tahun 1988 yang sejak saat itu lahirlah istilah
BONEK, dia selalu bangga karena aku dan dia menjadi bagian sejarah
lahirnya “BONEK”, tidak jarang aku diajak kestadion dan diangkat-angkat
manakala PERSEBAYA berhasil mencetak gol, sampai sekarang pun dia tak
pernah melewatkan pertandingan atau pun berita tim kesayangannya itu.
Terus bagaimana aku bisa jadi AREMANIA??? Berawal pada tahun
1992 ketika ayahku pindah dinas ke kota Malang, dia mengajak seluruh
keluarga kecilnya pindah ke kota apel itu, sampai aku menginjak
pendidikan SMP aku masih terbiasa dengan “aroma “ PERSEBAYA dirumahku,
mulai dari poster sampai teriakan kegembiraan ayahku saat timnya
mencetak gol, bahkan sedikit demi sedikit hati ini mulai ikut menyukai
tim kesayangan ayahku itu, hingga suatu hari aku diajak membolos sekolah
oleh salah satu temanku hanya untuk membeli kaos AREMA dan pada sore
harinya aku diajak kestadion GAJAYANA yang pada saat itu aku tidak tahu
ada apa distadion itu, kata temanku “ wis talah pokoke melok wae…(
sudahlah pokoknya ikut saja..)”…
sesampainya diluar stadion sedikit demi sedikit aku mulai mengerti
ada apa distadion itu ,aku melihat dari anak-anak sampai orang tua
memakai kaos biru, syal biru, topi biru dengan rapi dan tertib berlalu
lalang, sebagian lainnya benyanyi lagu mendukung suatu tim yang bernama
AREMA, tepat jam 2 siang aku sudah berada didalam stadion, mataku
benar-benar terbelalak melihat puluhan ribu orang memakai kaos biru
bernyanyi, menari-nari kecil sambil meneriakkan AREMAAAA… Begitu kompak,
begitu kreatif, begitu menggemuruh, suatu pengalaman yang belum pernah
kualami sebelumnya, walaupun aku sudah puluhan kali diajak ayahku
kestadion mendukung tim kesayangannya, tapi tidak pernah aku se-gemetar-
ini, akupun mulai ikut bernyanyi dan menari bersama mereka. Dalam
perjalanan pulang pun banyak orang yang tak kukenal menyapaku sambil
bertanya “ salam satu jiwa ker..AREMA menang yo..?”
Akupun Cuma bisa tersenyum dan menjawab “iya menang mas..”. Waw
aku benar-benar kagum merasakan ke-fanatik-an yang begitu kental ini,
seolah AREMA bukan hanya tim sepak bola bagi mereka, terlihat jiwa jiwa
singa sudah mendarah daging di benak seluruh penduduk kota ini.
Sesampainya didepan rumah segera aku mengganti kaos AREMA ku dengan
baju sekolah, aku harus menyembunyikan semuanya karena aku tahu ayahku
adalah seorang yang sangat fanatik pada tim PERSEBAYA dan saat itu
hubungan supporter AREMA dengan PERSEBAYA sudah mulai tidak akur.
Berulang-ulang kali aku harus sembunyi-sembunyi untuk pergi
kestadion, sampai pada suatu sore sepulang dari stadion,didepan pintu
ayahku sudah menunggu “ dari mana saja kamu..” akupun menjawab “ dari
rumah teman..” ayahku mulai curiga dan dia menggeledah tasku, aku pasrah
saat dia menemukan kaos AREMA di tasku, dia pun memarahiku karena aku
telah berbohong padanya, tapi yang aku heran kenapa dia tidak memarahiku
karena mendukung tim yang notabene adalah rival tim kesayangannya? Aku
tambah terkejut saat esok harinya dia pulang kerja dan menghampiriku
sambil memberiku sebuah syal dan topi yang kali ini bukan berwarna hijau
lagi, tapi berwarna biru bertuliskan AREMA, begitu girangnya aku, tapi
belum hilang penasaranku terhadap sikap ayah, sampai dia berujar
kepadaku “kamu bebas memilih tim mana saja yang kamu dukung, tim
kamu adalah tim kamu, timku adalah timku, kamu AREMANIA dan aku BONEK,
sampai kapanpun aku tidak akan berpaling dari PERSEBAYA, dan ayah tahu
kamu pun tidak akan berpaling dari AREMA, tetap sportif jangan anarkis,
lakukan yang terbaik buat tim kita masing-masing”,sebuah pesan moral dari seorang “rival” yang tak akan kulupakan sampai kapanpun.
Sejak saat itu kami saling mendukung tim kesayangan kami, tentunya
dengan sportif kami menerima kemenangan maupun kekalahan tim
masing-masing, bahkan saat AREMA berlaga dibabak delapan besar di kota
Gresik, ayahku menawarkan jasa untuk mengantar aku dan teman-teman
aremania ku menggunakan mobilnya secara gratis, karena kebetulan kakekku
tinggal disana, sedikitpun tidak ada rasa sentimen antara BONEK dan
AREMANIA, tentu bukan karena aku anak kandungnya, tapi karena jiwa
sportifitas seorang supporter yang mau berbaur, berbagi, tidak memandang
perbedaan warna menjadi pembatas.
Terima kasih ayah..sampai saat ini sportifitas yang kamu
junjung tinggi tak akan aku lupakan, andai semua supporter di Indonesia
berjiwa sepertimu…semoga tim kita masing-masing bisa melakukan yang
terbaik, tanpa anarkis, rasis, dan berjiwa besar…salam satu jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar